Sabtu, 03 Juni 2017

Wayang Kulit - Cerpen Kebudayaan

WAYANG KULIT

PADA sore hari, biasanya Aldi keluar rumah untuk bermain dengan teman-temannya. Namun sore itu tidak seperti biasanya. Jam menunjukkan pukul 15.30, Rudi, teman sekaligus tetangga Aldi penasaran mengapa Aldi belum menampakkan wajahnya sampai sekarang. Biasanya Aldi keluar rumah sekitar pukul 14.00 dan teman-temannya sudah berkumpul di lapangan komplek rumahnya untuk bermain sepak bola. Ya, sepak bola lah permainan yang paling sering mereka mainkan.
“Eh, kok Aldi nggak kesini-sini yah?” Tanya Rudi kepada Budi.
“Mungkin si Aldi sedang mengerjakan PR. Kan sekarang memang guru-guru lebih sering memberikan PR ketimbang dulu” Budi menyahut.
“Ah gak mungkin itu, tapi kemarin Aldi juga semangat main bolanya, wajahnya seakan tidak ada yang membebani” Raka tidak setuju dengan jawaban Budi.
“Gini aja, daripada ngomongin Aldi nggak jelas gini, gimana kalau kita samperin ke rumahnya?” Dika memberikan ide.
“Nah betul tuh, yuk! Tunggu apalagi?” Maul bersemangat.
“Eh, tunggu, tunggu!”
“Kenapa lagi Bud?” Rudi kesal.
“Aku tunggu di sini aja ya Rud, capek”
“Belum aja main udah capek, dasar”
“Udah, udah… ayok, keburu tambah sore nih, masa kita nggak keringetan?” Dika melerai.
Mereka berempat pun mendatangi rumah Aldi. Mereka adalah sebuah tim sepak bola abal-abal. Mereka khawatir kalau Aldi tidak bisa ikut main, tim mereka bisa kalah. Mereka biasanya tanding melawan komplek sebelah. Dan diantara mereka berenam, Aldi lah yang paling jago bermain.
Sesampainya di rumah Aldi, mereka melakukan hom-pim-pah untuk menentukan siapa yang akan mengetok dan berbicara.
“HOM PIM PAH ALAIHUM GAMBRENG” Mereka berempat melakukannya dengan suara yang keras. Belum mendapatkan hasil, mereka mengulangnya.
Suara tersebut membangunkan Aldi yang sedaritadi masih berada dalam dunia mimpi. Lalu Aldi beranjak untuk membuka pintu depan, melihat siapa yang berisik dari tadi.
Aldi membuka pintu dengan tiba-tiba… dan ternyata yang dilihat adalah teman-teman timnya.
“Eh, kalian… ada apa sore-sore begini koooookkk… OIYA SEKARANG KITA BAKALAN TANDING MELAWAN KOMPLEK SEBELAH?!” Teriak Aldi yang matanya masih merem-melek tetapi ingat akan pertandingan.
“Nah makannya itu… ayo buruan ke lapangan, kita tunggu yaaa dadaaahhh” Mereka berempatpun pergi duluan ke lapangan.
Sedangkan Aldi buru-buru ganti pakaian dan langsung lari mengejar mereka. Sesampainya di lapangan merekapun kaget, termasuk Aldi.
“Loh, lawan kita MANA?!” Aldi kaget, seharusnya lawannya sudah menunggu.
“Kamu sih Di, udah ditungguin dari jam 2 tau, mereka pulang kan. Oiya, tadi mereka bilang kalo kita itu cemen loh Di” Dengan jajan di tangan, si Budi memberikan alasan.
“Lah, kok kamu malah diem aja duduk di sini? Gak ngelarang gitu? HAH?” Aldi teriak-teriak nggak jelas.
Maul, Raka, dan Dika hanya melihat mereka bertengkar.
“Sudah, sudah… jangan saling menyalahkan teman, tidak baik. Lagian ini juga salahmu kok Di” Rudi berusaha melerai mereka berdua.
“Kok malah aku yang disalahin? Katanya gak baik menyalahkan orang?” Aldi masih dalam suara tingginya.
“Oke oke cukup. Berarti yang salah itu Budi, dia gak melarang lawan kita pulang”
“LOH? KOK JADI AKU RUD?” Budi kaget.
“Oke oke, tenang… becanda. Jadi, di sini gak ada yang salah. Aldi ketiduran itu hal yang wajar, jadi…”
“Kok kamu tau aku lagi tidur?” Aldi memotong kalimat Rudi.
“Ya taulah… mukamu tadi itu sudah jelas abis tidur, merem-melek gak jelas gitu, tuh bekas ilermu masih ada sampe sekarang” Rudi menunjuk pada bibir Aldi.
Budi menahan tawa, Maul, Raka, dan Dika sudah ngakak dari tadi. Dan Aldi, menahan malu.
“Oke oke, lanjut” Aldi mengelap bekas iler yang tersisa.
“Jadi gini, Di. Tumben-tumbenan kamu ketiduran begini? Biasanya enggak, abis itu di kelas tadi juga kayak ngantuk-ngantuk gitu. Sebenernya ada apa? Apa jangan-jangan kamu minum obat tidur?”
“Ngawur ngapain minum obat tidur juga kalo gak ada obat bangunnya? Jadi, kemarin malem tuh aku ikut kakakku, Mas Rangga untuk nonton pertunjukkan Wayang Kulit begitu”
Semua menyimak.
“Lah, kok kamu malah mau diajak nonton? Kan sampe malem banget gitu” Budi bertanya.
“Aku dikasih uang 50.000 ya mau lah, di sana juga dibeliin nasi goreng, enak”
“Wah besok ajak aku ya!” Budi malah tergiur dengan imbalannya.
“Hussshhh… yang bener Bud. Tapi, kamu tau gak apa itu Wayang Kulit, dan yang paling penting… ceritanya paham nggak?” Rudi memastikan.
“Enggg… enggak” Jawab Aldi dengan lugu.
“Percuma!”
“Kok percuma sih?!” Aldi tidak terima.
“Sama aja kayak kamu nonton film Inggris tanpa terjemahannya” Balas Rudi dengan mata dipicingkan.
“Eh, tapi nilai Bahasa Inggrisnya Aldi bagus-bagus juga loh, termasuk nilai speakingnya” Raka membela Aldi.
“Kalau begitu, film Jepang tanpa terjemahan!” Rudi megganti kalimat.
Budi menahan tawa…
“Nah kamu kalau nonton film Jepang tanpa terjemahan, paham gak Rud?” Tanya Dika.
“Engga juga sih, kan perumpamaan”
“Yaelah”
“Kamu bisa paham?” Tanya Rudi.
“Engga laaah” Jawab Dika dengan penuh kepercayaan dirinya.
“EH STOP! Kok malah bahas film Jepang sih?” Bentak Aldi pada mereka.
“Hehehe” Rudi dan Dika nyengir-nyengir tidak jelas.
“Terus, kamu tau apa tentang wayang kulit?” Tanya Aldi kepada Rudi dengan nada sok tau. Padahal dia tidak tahu apa-apa tentang wayang kulit.
“Eh, kok songong banget kamu Di? Sante aja napa…”
“Oke oke. Kak Rudi… wayang kulit itu apa sih? Pengin tau dong” Aldi meminta dengan nada memelas.
Semua menahan tawa.
“Jadi gini, setauku, Wayang Kulit itu kesenian tradisioanal yang berasal dari pulau Jawa. Kalau kata orang nih ya, wayang menurut istilah Jawa itu bayangan. Karena biasanya kita hanya menonton bayangannya saja” Rudi menjelaskan…
“Pantesan kemarin aku waktu makan cuman liat bayangannya gitu, wayangnya kecil… jadi gak keliatan. Trus, itu yang ngendaliin wayang sambil cerita cerita gak jelas itu siapa? Bapak kamu ya Rud?”
“Ngawur… bapakku guru yeee…”
“Bapakku tentara Rud!” Sahut Maul.
“Bapakku polisi loh” Raka tidak mau kalah.
“Bapakku… hmmm suaminya ibuku” Sahut Budi dengan percaya diri.
“YAELAH… SEMUA BAPAK GITU JUGA KALI” Rudi kesal.
“WOE GILA! KOK MALAH BAHAS BAPAK KALIAN? BODO AMAT TAU GAK? YAUDAH LANJUTIN WAYANGNYA” Aldi kesal dan marah Karena topiknya malah menjadi ke bapak masing-masing.
“Oke oke, kalem Di. Jadi, sampe mana?” Rudi bingung.
“Sampe yang mainin wayangnya gitu loh Di” Aldi berusaha kembali ke topik karena penasaran.
“Dalang” Jawab Rudi dengan mantap, seolah-olah dia menatap masa depan yang cerah.
“Dalang? Maksudnya?” Aldi semakin dibuat penasaran.
“Iya, yang mainin wayang gitu namanya Dalang” Rudi memperjelas.
“Jadi, bapak-bapak yang mainin itu namanya Dalang?”
“Benar sekali” Rudi meyakinkan.
“Tapi, di komplek kita kan gak ada bapak yang namanya Dalang, Rud..” Budi membenarkan.
“Iya yah” Aldi sependapat dengan Budi.
“Hehehe… kok kalian bego yah… nama aslinya bukan Dalang lah. Gak penting nama aslinya sekarang, yang Aldi tanya itu jawabannya Dalang, Dalang itu profesi ah elah… bukan nama aslinya”
“Ooohhh” Aldi dan Budi mulai paham.
“Tapi, Dalang itu gak cuman mainin wayang doang loh” Rudi membuat mereka penasaran.
“Ada lagi to? Apa tuh?” Aldi mengejar jawaban.
“Bentar…” Rudi berdiri.
“Mau kemana Rud?” Tanya Raka.
“Mau beli es teh nih… haus”
“Eh, ikut dong” Raka ikut membeli es teh yang ada di warung dekat dengan lapangan komplek.
“Aku ikut juga dong”
Akhirnya semua beranjak ke warung dekat lapangan itu, dan membeli minumannya masing-masing. Setelah mendapatkan minumannya masing-masing. Mereka pun kembali ke tempat biasa mereka nongkrong, yaitu di bawah rindangnya pohon mangga di pinggir lapangan tersebut.
“Jadi, mau ngapain lagi nih kita?” Tanya Rudi.
“Lah, kamu lupa? Kan mau jelasin ke kita apa itu Dalang!” Sahut Aldi dengan nada tinggi.
“Oh iya, hehe lupa… maaf ya” Rudi cengar-cengir sendiri.
“Dasar, yaudah lanjutin!” Budi mulai kesal.
“Ternyata kamu penasaran Bud? Gak nyangka”
“Yaudah cepetan” Budi kesal.
“Jadi, di dunia perwayangan… Dalang itu suatu bagian yang terpenting yang harus dimiliki dalam pertunjukkan Wayang Kulit selain wayangnya. Jadi Dalang itu gak gampang loh” Rudi berhenti sejenak, meminum es tehnya.
“Susahnya apaan? Kan cuman pegang wayang doang Rud?” Maul yang daritadi hanya menyimak kini angkat bicara.
“Yeee… kepo ya?” Rudi mengejek.
“Eh Rud, ini es batu cukup keras loh kalo dilempar ke kepalamu” Sahut Aldi tiba-tiba.
“Iya ampun bro… ada yang bilang susah, ada yang bilang gampang, ada juga yang bilang gak gampang jadi Dalang. Gini Ul, kamu tau gak yang cerita gitu di pertunjukkan Wayang Kulit itu siapa?” Rudi memicingkan matanya.
“Ya kan aku gak pernah nonton wayang Rud” Jawab Maul.
“Oiya deng, hehe… jadi Aldi aja. Kamu tau gak siapa?” Rudi bertanya pada Aldi.
“Ya mungkin orang lain kek, si Dalang tinggal mainin aja wayangnya” Jawab Aldi dengan nada bingung.
“SALAH!” Balas Rudi dengan mantap.
“YA TERUS SIAPA COBA? TINGGAL JAWAB AJA SUSAH AMAT!” Aldi naik darah.
“Santai Di… dibawa santai aja Di” Budi menenangkan.
“Abisnya, enak bikin kepo orang bego gini, hahaha” Rudi ngakak.
“Awas kamu ya, udah cepet lanjutin” Aldi masih dengan nada tinggi.
“Oke oke, jadi sebenernya Dalang itu orang yang mainin wayangnya sambil bercerita. Dan kalian tau gak, selain bertugas untuk menghibur penonton, si Dalang juga harus jadi tuntunan penonton itu. So, jadi Dalang itu harus berpengetahuan luas biar si Dalang bisa memberikan pengaruh pada penontonnya, yang pasti pengaruh untuk menjadi yang lebih baik” Jelas Rudi dengan percaya diri.
“Ooohh, jadi abis cerita si Dalang bakal ngasih kata-kata mutiara gitu?” Tanya Dika.
“Tergantung ceritanya…” Jawab Rudi dengan mantap.
“Jadi itu yang dikerjakan Dalang dalam pertunjukkan Wayang Kulit?” Tanya Aldi.
Rudi hanya menganggukkan kepalanya, dan meminum kembali es teh miliknya.
“Trus, yang diceritain apaan tuh?” Raka penasaran.
“Coba tanya Aldi Ka!” Suruh Rudi.
“Jadi, yang diceritain si Dalang kemarin apaan Di?” Tanya Raka.
“Hmmm apa ya… kayaknya waktu itu aku minta nambah deh nasi gorengnya” Jawab Aldi.
“Apa hubungannya?” Raka kembali bertanya.
“Ya jadi gak fokus gitu sama ceritanya. Jadi gak tau deh si Dalang ngomong apaan, hehe” Aldi cengar-cengir gak jelas.
“Dasar… jadi gini, yang diceritain Dalang itu biasanya nyeritain tentang cerita dari India-India gitu, kayak Mahabharata dan Ramayana. Itu pada umumnya, selebihnya aku gak tau… mungkin si Dalang bakal improvisasi kali ya, haha” Rudi ketawa-ketawa sendiri.
“Dan si Dalang itu nyeritainnya pake Bahasa Jawa krama gitu, aku ya kadang nggak mudeng, hehe” Tambah Rudi.
“Kamu yang tau wayang kulit aja gak mudeng, apalagi aku Rud” Aldi membalas.
“Yeee.. aku kan kadang-kadang doang, lagian aku juga gak mudeng gara-gara bahasanya” Timpal Rudi.
“Eh, coba yuk sekali-kali kita nonton wayang?” Usul Dika.
“Pertunjukkannya kan malem banget Dik” Jawab Maul.
“Iya, malem.. ntar kalo paginya telat gimana? Kayak si Aldi, ngantuk-ngantuk gitu” Tambah Raka.
“Ya.. kita cari hari yang pas gitu..” Dika mencari ide.
“Nyari hari yang pas gampang, Karena kita masih kelas satu SMP.. yang susah, pertunjukannya. Sekarang udah nggak terlalu sering pertunjukkan wayang di komplek kita” Timpal Rudi.
“Bener tuh kata Rudi” Balas Budi.
“Aduh gimana ya… pengin nonton bareng nih” Keluh Dika.
“Ya.. aku juga sih” Balas Rudi.
“Eh aku punya ide.. gimana kalo kita nontonnya bareng sama kakakku, biasanya kalo ada pertunjukkan wayang, kakakku suka ikut tuh, kayak kemarin.. aku diajak kan?” Aldi mendapat ide.
“Boleh, tapi..”
“Aku nanti tanya ke kakakku Rud, oke?” Potong Aldi terhadap Rudi.
“Oke, deal.. besok kita kumpul lagi ya di sini. Udah sore nih, yuk pulang” Rudi berdiri.
“Iya, sampai jumpa!”
Mereka berenam pun pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul 17.00. Mereka telah membuat rencana untuk menonton pertunjukkan wayang kulit bersama. Semua merasa penasaran dengan wayang kulit karena Rudi telah menceritakan kepada mereka apa itu wayang kulit.
Keesokan harinya, setelah pulang sekolah dan sesuai rencana, mereka berkumpul di lapangan pukul 14.30. Dan Aldi membawa kabar gembira.
“Eh bro bro bro… katanya kakakku, malam ini ada pertunjukkan wayang kulit loh!” Aldi membuka percakapan.
“Masa sih?” Tanya Rudi, tidak percaya.
“Iya beneran, di komplek sebelah sih.. gimana, mau nggak? Besok kan hari Sabtu lah.. kata orang mah, weekend bro.. weekend,  hehe” Aldi cengar-cengir.
“Oke aku setuju” Dika setuju.
“Iya aku juga” Raka dan Maul setuju juga.
“Hmmhh.. boleh deh, aku ikut Di!” Jawab Rudi dengan mantap.
“Kamu gimana Bud?” Tanya Aldi.
“Aku ngikut aja deh”
“Oke, nanti, habis Isya kalian ke rumah ku ya..” Ajak Aldi.
“Habis Isya? Nggak kecepetan tuh?” Tanya Rudi.
“Ya sambil main lah di rumahku.. jarang-jarang kan?” Jawab Aldi antusias.
“Oke, deal!!!”
Setelah mereka membuat perjanjian, mereka bingung mau ngapain di lapangan. Tiba-tiba si Budi mengajak mereka untuk bermain bola daripada bengong. Dan mereka pun bermain bola bersama…
Siang sudah berganti menjadi malam, waktu menunjukkan pukul 19.40.
“Assalamualaikum” Rudi mengetok. Rudi sudah bersama Budi, Raka, Dika, dan Maul.
“Waalaikumsalam” Mas Rangga membukakan pintu.
“Malem Mas, hehe” Rudi basa-basi.
“Eh, temen-temennya Aldi ya? Sini masuk dulu..” Mas Rangga mempersilakan masuk.
Mereka duduk di sofa ruang tamu. Mas Rangga sedang memanggil Aldi, dan ibu Aldi dating membawakan gelas berisi sirup kepada mereka.
“Eh Di, ini jadi nggak nontonnya?” Rudi berbisik kepada Aldi.
“Ya jadilah, bentar..”Aldi membalas berbisik. “Mas, ini kita mau nonton jam berapa ya Mas? Tanya Aldi.
“Oh ya.. kalian mau nonton wayang? Hehe, ternyata masih ada ya anak-anak kecil kayak kalian mau nonton wayang, hebat! Hemm.. kita jam sepuluh berangkat ke komplek sebelah naik mobil saya, oke?” Mas Rangga bersemangat.
“Lagian, ini kan weekend Mas, hehe” Budi cengar-cengir.
“Yaudah, untuk ngisi waktu, sanah kalian main PlayStation dulu di kamar Aldi” Suruh Mas Rangga.
“Oke” Jawab mereka berenam..
Mereka berenampun bermain PlayStation di kamar Aldi dengan senang. Mereka pun dihidangkan kopi saat hari semakin malam oleh ibu Aldi supaya bisa bertahan lama.
Tidak lama kemudian, jam menunjukkan pukul 21.30, yang berarti mereka harus bersiap-siap untuk berangkat menuju komplek sebelah untuk menonton pertunjukkan wayang kulit yang sudah mereka nantikan.
“Udah, ayok sini masuk!” Mas Rangga mempersilakan masuk mobil.
“Ayok sini!” Aldi menambahkan.
Mereka berenam sudah masuk mobil dan siap berangkat. Sebelumnya mereka telah pamit kepada orang tuanya masing, termasuk Aldi dan Mas Rangga kepada ibunya. Dan berangkatlah mereka menuju lokasi!
Pukul 22.30 mereka sampai di komplek sebelah, yang ternyata tempatnya berada di sebuah lapangan yang lumayan besar, dan terdapat panggung yang cukup besar untuk menayangkan perwayangan. Di lapangan sudah ramai orang berdatangan dan duduk menonton karena pertunjukkan wayang kulit sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu.
“Eh, ayok duduk sini aja, enak tempatnya.. pas!” Mas Rangga memilih tempat yang tidak begitu ramai penonton, sekitar di belakang. Tetapi tetap bisa melihat karena bayangan wayang yang besar dan suara yang cukup keras dan jelas.
Tanpa basa-basi, mereka pun menonton dengan kesunyian seperti memahami apa yang diceritakan di dalam pertunjukkan. Mas Rangga heran kenapa mereka hanya diam, tidak menginginkan apa-apa.
“Eh, kalian mau nasi goreng nggak?” Tanya Mas Rangga memecah keheningan.
“MAAUU BANGEET!!!” Mereka berenam menjawab dengan semangat.
“Oke, sebentar ya, biar Mas pesankan buat kalian, udah kalian duduk aja”
“Minumnya Mas?” Tanya Budi.
“Ya sekalianlah Bud, gimana sih!” Rudi menyenggol dan berbisik kepada Budi.
“Ohh, hehe” Budi cengar-cengir.
Mas Rangga hanya diam dan menuju ke penjual nasi gorengyang berada dipinggir lapangan. Tiba-tiba, Aldi menyusul Mas Rangga diam-diam.
“Eh, mau kemana Di?!” Rudi sedikit berteriak, namun Aldi mengabaikannya. Dia tetap menyusul Mas Rangga.
“Mas! Ini kira-kira kita selesai jam berapa ya?” Tanya Aldi setelah berhasil menyusul Mas Rangga.
“Ya sekitar jam 3 atau 4an lah, kan kemarin kamu ikut sama aku nonton kan?”
“Alhasil aku tidur di mobil kan Mas?”
“Oh iya yah, hahaha…” Mas Rangga tertawa.
“Udah sanah, balik lagi ke tempat duduk!” Mas Rangga menambahkan.
“Oke deh oke..”
Aldi pun kembali ke tempat duduknya. Beberapa menit kemudian Mas Rangga datang bersama abang nasi goreng membawakan tujuh buah porsi nasi goreng yang sedap dan tujuh gelas teh hangat manis. Mereka pun akhirnya menikmati pertunjukkan wayang dengan ditemani oleh sepiring nasi goreng dan segelas the hangat manis, malam yang indah. Meskipun entah mereka tahu betul atau tidak Bahasa Jawa yang digunakan si dalang.
Jam menunjukkan pukul 02.00 pagi, dan pertunjukkan hampir selesai, namun kantuk yang sangat besar pun datang kepada Aldi dan teman-temannya.
“Mas, hoammm.. kita boleh ke mobil nggak?” Tanya Aldi.
“Iya, ngantuk banget nih” Budi menambahkan.
“Yaelah, nanggung ini bentar lagi selesai, masa gak kuat sih.. ayo donk..!” Mas Rangga memberikan semangat. Mas Rangga sudah terbiasa dengan hal ini, wajar kalau dia tidak mudah ngantuk.
“Ya tapi gimana lagi nihhh” Mata Rudi sudah merem-melek.
“Iyaaaaa… plisss Masss” Raka sudah tidak dapat membuka matanya dengan lebar.
“Yaudah, gini.. kalian boleh tidur di mobil, tapi kita pulang kalau acara ini udah selesai ya.. Mas masih kepengin nih di sini. Enak!”
“Yaudah kita tinggal yaaaa”
“Yaudah, dadaaah!” Mas Rangga kembali menonton.
Mereka berenampun beranjak pergi ke mobil dan tidur dengan lelap. Meskipun mereka tidak bisa menikmati pertunjukkan dengan baik dan nyaman karena mungkin Bahasa yang kurang paham, dan rasa kantuk yang menyerang.. mereka sudah menepati janji yang mereka buat bersama, yaitu menonton wayang kulit bersama-sama.
Hari sudah pagi, mereka berenam ijin tidak berangkat sekolah karena perlu istirahat. Dan mereka masih berada di rumah Aldi.
“Loh kita ketiduran nih?” Tanya Rudi selepas membuka matanya.
“HAAAHH?” Semua berteriak.
“……….” Hening seketika.
“HAHAHAHAHAHAHAHAHAH” Mereka tertawa tanpa penyesalan.
Pagi yang cerah, setelah malam yang indah. Dan persahabatan yang mengalahkan kata indah.

1 Komentar:

Pada 25 Mei 2020 pukul 11.26 , Blogger Aryandika Rafi mengatakan...

Thank you

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda